Mengenai Saya

Foto saya
bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan, dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan.

Sabtu, 04 Februari 2012

HADITS EKONOMI

   HADITS TENTANG JUAL-BELI GHARAR DAN NAJASY

  Hadits tentang Jual-Beli Gharar
عن ابي
Dalam hadits ini terdapat dua larangan jual beli.
1.      Yang pertama yaitu jual beli dengan lemparan batu. Perkataan “melarang jual beli dengan lemparan batu” itu; masih diperselisihkan tentang penafsirannya. Ada yang mengatakan dengan bentuk:
a.       Aku menjual diantara pakaian ini kepada mu, mana yang terkena lemparan batu ini maka ini menjadi milikmu.
b.      Aku jual tanah kepada mu sejauh lemparan batu ini
c.       Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan syarat hak khiyar sampai batu dilemparkan.
d.      Lemparan itu sendiri dijadikan sebagai barang yang dijual. Dan ini diperkuat dengan riwayat Al-Bazzar dari jalan Hafs Bin Ashim (dikatakan): yang dimaksud yaitu apabila batu itu sudah dilemparkan berarti jual beli itu jadi.
2.      Kedua adalah larangan jual beli gharar. Perkataan “dan jual beli secara gharar’ itu; bahwa larangan ini terdapat dalam beberapa hadits; misalnya seperti:
a.       Menjual ikan dalam air. Sebagai mana disebutkan dalam hadits Ibnu mas’ud.
b.      Menjual burung yang terbang di udara.
c.       Barang yang tidak ada ditangan.
d.      Barang yang tidak diketahui.
e.       Hamba yang hilang dan semua yang dipandang ada unsur ghararnya.
Annawawi berkata: larangan jual beli secara gharar adalah merupakan pokok diantara pokok-pokok hukum agama; yang dapat dimasukkan ke dalamnya beberapa hal yang banyak sekali. Ada dua hal yang dapat dikecualikan dari jual beli secara gharar; yang pertama yaitu barang yang merupakan bagian pokok dari barang yang dijual yang kalau dipisahkan tidak sah jual beli itu. Contohnya fondasi rumah; air susu yang masih berada di hewan yang dijual; janin yang ada di dalam perut induknya. Yang kedua yakni barang yng tidak berharga kalau dibandingkan dengan barang pokok yang dijual; bisa jadi karena remahnya atau karena sulitnya dipisahkan; seperti kapas yang berada dalam jas.
An Nawawi melanjutkan apa yang diperselisihkan ulama tentang jual beli gharar, pada umumnya kembali kepada pemahaman mereka dalam menentukan apakah sesuatu itu nilanya rendah atau sulit dibedakan dan dipisahkan, sehinnga tidak masuk kategori jual beli gharar, seperti jual beli barang yang tidak ada maka jual beli dianngap sah, demikian juga sebaliknya.
 Maksud perkataan “habalul habalah” berdasarkan hadist di atas merupakan batalnya jual beli itu. Diantara ulama ada yang menafsirkan berdasarkan riwayat dari penafsiran ibnu Umar yaitu seseorang menjual daging onta dengan harga tempo sampai seekor anak onta melahirkan ada lagi penafsiran bahwa tempo itu sampai anak onta mengandung.
Menurut imam Ahmad;ishaq;ibnu habib Al Maliki dan tarmidzi serta sebagian besar ahli bahasa yang diantara mereka itu adalah Abu Ubadah dan Abu Ubaid mengatakan habalul hubalah yaitu menjual janin yang masih dalam kandungan dengan harga kontan. Maka sebab larangan itu adalah berdasarkan pendapat pertama karena tidak diketahui tempo pembayarannya;dan berdasarkan pendapat kedua illat larangan itu adalah karena termasuk jual beli gharar sebab tidak ada diketahui dan tidak dapat ditentukan kapan serta kemungkinan pembayarannya.
“melarang membeli janin yang masih dalam perut binatang” maksudnya menunjukkan tidak sahnya membeli janin yang masih dalam kandungan; dan sudah menjadi ijma’ ulama; sedang ilat larangan itu adalah karena termasuk jual beli secara gharar dan tidak dapat diterimakan.

Maksud perkataan “melarang menjual susu yang masih berada diteteknya” ini telah disepakati tentang tidak sahnya sebelum dipisahkan; karena didalam terdapat bahaya serta tidak diketahui  keadaanya kecuali kalau dijual dengan takaran.

    II.            Hadist tentang jual beli najasy
Najasy menurut bahasa adalah mengusik buruan serta membuatnya meninggalkan tempatnya untuk diburu. Sementara menurut pengertian syari’at berarti penambahan harga suatu barang dari orang yang tidak dimaksud membelinya untuk menipu orang lain agar membelinya.

Perbuatan demikian dinamkan najasy karena ia membangkitkan keiinginan untuk membeli barang tersebut. Terkadang perbuatan itu dilakukan denagn persetujuan penjual; sehingga keduanya sama-sama berdosa dan terkadang hal itu terjadi tanpa sepengetahuan penjual; maka dosanya ditanngung sendiri oleh orang yang melakukannya. Namun terkadang pula dosa itu ditanggung sendiri oleh pejualnya; seperti seseorang yang mengatakan bahwa ia ynag membeli barang tersebut dengan harga yang lebih mahal dari harga jual dengan maksud memperdayakan orang lain.

Ibnu Qutaibah mengatakan najasy adalah tipuan dan muslihat. Oleh karena itu pemburu dinamakan pelaku najasy sebab dia menipu dan melakukan muslihat terhadap binatang buruan. 

Ibnu Batthal berkata para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan najasy telah melakukan maksiat dengan sbab perbuatannya. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang jual beli yang berlangsung dengan sistem jual beli najasy.

Ibnu Mundzir menukil dari sebagian ahli hadist bahwa jual beli itu tidak sah; dan ini merupakan pendapat para ulama mazhab Zhahiri dan salah satu pendapat yang diriwatkan dari Imam malik serta pendapat massyhur dalam mazhab hambali dengan syarat hal itu dilakukan atas persetujuan penjual atau perbuatannya sendiri. Adapun pandangan masyhur dalam mazhab maliki adalah pembeli berhak memilih antara membatalkan jual beli atau tudak.

Ar-rafi berkata; Imam Syafi’i mengatakan dalam kitab Al Mukhtashar bahwa pelaku najasy telah berbuat maksiat secara mutlak. Namun mengenai masalah orang yang membeli barang yang sedang dibeli orang lain; beliau mengatakan bahwa pelakunya dianngap berbuat maksiat bila mengetahui larangan itu. Kemudian para ulama beralasan bahwa jual beli najasy termasuk tipu muslihat dan semua orang mengetahui pengharaman tipu muslihat meskipun tidak mengetahui hadist ini.

Al Baihaqi meriwayatkan dalam kitab al Ma’rifah dan sunan dari Asy Syafii bahwa pelaku najasy yang dianngap bermaksiat adalah mereka yang telah mengetahui larangan itu. Dari sini menjadi jelas bahwa apa yang dikatakan Ar Rafi’i merupakan perkara yang telah dinyatakan secara tektual. Adapun teks pernyataan menurut syafi’i adalahh najasy adalah seseorang hadir di tempat penjualan suatu barang; lalu dia menawar harga tertentu tanpa bermaksud membelinya agar orang-orang yang menawar mengikuti harga itu; sehinnga mereka menawar barang itu dengan harga yang lebih mahal dari tawaran mereka seandainya tidak mendengar perkataan orang tadi. Barangsiapa yang melakukan najasy dianngap melakukan kemaksiatan jika ia mengetahui larangannya; sementar jual beli yang terjadi dianngap sah.

Kebanyakan ulama telah sepakat mengennai penafsiran najasy. Sementar Ibnu Abdil Bar, Ibnu Al Arabi dan ibn Hazm membatasi pengharaman tersebut apabila harga yang ditawarkan oleh pelaku najsy lebih tinngi daripada harga rata-rata; maka ia tidak dianngap melakukan najasy yang mengandung unsur maksiat; bahkan ia mendapat pahala atas perbuatannya berdasarkan niatnya. Pendapat ini disetujui oleh sebagian ulama mutaakhirin dari kalangan mazhab Syafi’i.

nabi Muhammad SAW  bersabda; orang yang melakukan tipu muslihat berada dineraka dan barabgsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk urusan kami; maka ia tertolak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar