Mengenai Saya

Foto saya
bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan, dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan.

Senin, 07 Februari 2011

Aku adalah..

Aku adalah..

Aku adalah seorang arsitek: Aku telah membangun suatu fondasi yang mantap; dan setiap tahun aku kembali ke sekolah itu, menambahkan latai kebijakan dan pengetahuan lain.

Aku adalah seorang pematung: aku telah membentuk moral dan filosofiku menurut tanah liat yang menyandang nilai benar dan salah.

Aku adalah seorang pelukis: dengan setiap gagasan baru yang kuungkapkan, aku melukiskan nuansa baru dalam aneka warna dunia.

Aku adalah seorang ilmuan: dengan setiap hari yang berlalu, aku menghimpun data baru, menyusun pengamatan penting, dan melakukan eksperimen dengan gagasan dan konsep baru.

Aku adalah seorang astrolog: membaca dan menganalisis telapak tangan kehidupan, dan setiap orang yang baru aku kukenal.

Aku adalah seorang astronot: senantiasa menjelajah dan memperluas cakrawala.

Aku adalah seorang dokter: aku menyembuhkan orang yang minta diperiksa dan minta nasihat padaku, dan aku membangkitkan vitalitas dalam diri orang yang tampaknya tak bergairah.

Aku adalah seorang pengacara: aku tak takut memperjuangkan hak dasar dan sesuatu yang tak terhindarkan, yang menjadi milikku dan orang lain.

Aku adalah seorang polisi: aku selalu menjaga kesejahteraan orang lain dan aku selalu mencegah perkelahian dan menjaga perdamaian.

Aku adalah seorang guru: dari teladanku, orang , orang lain belajar mengenai pentingnya kebulatan tekad, pengabdian dan kerja keras.

Aku adalah seorang ahli matematika: memastikan bahwa aku dapat menyelesaikan setiap soal yang aku hadapi dengan penyelesaian yang benar.

Aku adalah seorang detektif: mengintai melalui kedua lensaku, mencari makna dan arti penting misteri kehidupan.

Aku adalah seorang juri: mempertimbangkan orang lain dan situasi meraka hanya setelah aku mendengar mengerti keseluruhan ceritanya.

Aku adalah seorang bankir: orang lain berbagi kepercayaan dan nilai-nilai mereka denganku dan tak pernah kehilangan perhatian.

Aku adalah seorang pemain hoki: mewaspadai dan menghindari orang yang berusaha menghalangi tujuanku.

Aku adalah seorang pelari maraton: sarat energi, selalu bergerak dan siap menghadapi tantangan berikutnya.

Aku adalah seorang pendaki gunung: lambat tapi pasti, aku menapak menuju puncak.

Aku adalah seorang pejalan diatas tali: dengan hati-hati dan penuh rahasia, aku mengatur langkah melalui setiap saat sulit, tapi aku selalu sampai diujung dengan selamat.

Aku adalah seorang milyuner: kaya akan cinta, ketulusan, dan kebaikan hati, dan aku memiliki kekayaan pengetahuan, kebijakan, pengalaman, dan pengertian yang tak ternilai.

Yang paling penting, aku adalah aku.

Rabu, 26 Januari 2011

“Aku ingin menjadi matahari”

Matahari yang tidak akan bergeser jika bulan dan bintang belum muncul..

Matahari yang akan terus-menerus member energi, kehangatan dan cahaya untuk alam semesta..

Kadang ia dicaci kalau bersinar terlalu terik, kadang ia juga diprotes kalau tampak sayu dan bermalas-malasan..

Tapi.. tidak peduli apapun itu, matahari selalu muncul setiap hari dengan segala yang ia punya

Ia juga harus berbagi peran dengan bulan dan bintang..

Tapi bukan berarti matahari itu berhenti bersinar, justru ia sedang bersinar hangat di belahan bumi yang lain..

Matahari yang banyak mengajarkan kita untuk terus berbagi

Supaya, kita benar-benar tahu peran kita dan bisa merasakan jiwa kita hidup..

Selasa, 25 Januari 2011

PENGAWASAN PERBANKAN SYARIAH

1. 
Pengawasan Umum
Secara umum pada dasarnya pembinaan dan pengawasan pada perbankan syariah sama dengan pembinaan dan pengawasan pada bank konvensional, tetapi terdapat perbedaan dalam beberapa hal yakni:
· Organisasi
Dalam bank islam terdapat perangkat yang disebut Dewan Syariah. Dewan Syariah tersebut harus terpisah dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Bank Indonesia tidak ikut campur terhadap fatwa Dewan Syariah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perbankan yang berlaku dan asas-asas pengembangan perbankan yang sehat. Dapat ditambahkan bahwa pengawasan terhadap kemurnian Operasi Bank Bagi hasil sepenuhnya menjadi tanggung jawab Dewan Syariah beserta pemilik dan pengurus bank msing-masing. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai Pembina dan pengawas bank hanya menilai apakah kegiatannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip usaha bank yang sehat, termaksud perlindungan terhadap nasabah.
· Perizinan
Adanya persyaratan tambahan bagi pendirian bank Islam yaitu, dalam Anggaran Dasar dan Rencana Kerja bank Islam harus dinyatakan dengan jelas mengenai rencana kegiatan usaha yang semata-mata berdasakan prinsip bagi hasil, jual beli dan adanya Dewan Syariah.
· Kualitas aktiva produktif dan pembentukan cadangan penilaian terhadap kualitas aktiva produktif bank, erat kaitannya dengan penggolongan kolektibilitas aktiva produktif yang bersangkutan ke dalam kriteria lancer, kurang lancer, diragukan dan macet. Penetapan kriteria tersebut bagi bank konvensional antara lain didasarkan atas pembayaran bunga oleh nasabah, tetapi bagi bank islam yang beroperasi atas prinsip bagi hasil dan jual beli (tanpa bunga), maka ketentuan kolektibilitas yang berlaku bagi bank konvensional perlu dilakuakan penyesuaian khususnya mengenai penilaian kolektibilitas pemberian fasilitas pembiayaan.
· Pelaporan sesusai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 antara lain ditetapkan bahwa setiap bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan-laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan Bank Indonesia. Agar bank Islam dapat menyampaikan laporan-laporan tersebut sebagaimana bank konvensional, maka item-item dalam laporan Bank Islam perlu disesuaikan, namun sandi-sandinya tidak diubah.
2. Pengawan Khusus
Pengawasan umum terhadap bank Islam oleh Bank Indonesia diperlakukan sama dengan bank konvensional. Namun, pengawasan khususnya terhadap bank Islam dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah karena dari segi syariah compliance hingga saat ini belum ada satu peraturan yang mengatur kewenangan dan tugas BI. Memang Undang-undang perbankan secara umum mengatur norma maupun code of conduct bank, yang mungkin dipahami sebagai implementasi prinsip syariah, yaitu antara lain kewajiban bank Islam untuk menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dalam memberikan pembiayaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Juga kewajiban bank islam untuk mempunyai keyakinan dan melakukan analisis yang mendalam berdasarkan iktikad baik, kemampuan, kesanggupan nasabah debitor dalam hal pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Ketentuan tersebut tidak memberikan arahan seberapa jauh BI dapat menilai dan bertindak dalam menentukan apakah produk jasa ataupun praktik bank islam, telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. maka diadakanlah “Dewan Pengawas Syariah”. Dan Hingga saat ini kewenangan tersebut diberikan kepada DPS yang ada dalam bank-bank tersebut.
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Bank syariah yang berbentuk perseroan terbatas, organisasinya mengacu pada ketentuan Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Hal tersebut berarti bahwa dalam suatu bank syariah kekuasaan tertinggi ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pengurusan dilaksanakan oleh Direksi, dan pengawasan terhadap dewan Direksi dilaksanakan oleh Komisaris. Berdasarkan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32 /34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Dewan Komisaris sekurang-kurangnya berjumlah dua orang dan masing-masing wajib memiliki pengalaman dan/atau pengetahuan di bidang perbankan. Perbedaannya dengan perseroan terbatas lainnya adalah bahwa dalam struktur organisasi bank syariah wajib ada sebuah lembaga yang disebut Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Pedoman Dasar DSN (bab II ayat 5) mengemukakan “ Dewan Pengawas Syariah adalah Badan yang ada di lembaga keuangan syariah yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah”.
Berdasarkan keputusan DSN No. 3 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Anggaran DPS pada lembaga keuangan syariah , disebutkan tugas, fungsi dan kewajiaban DPS, yaitu sebagai berikut:
a) Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan DSN.
b) Fungsi utama DPS adalah:
· Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
· Sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian fatwa DSN.
c) Kewajiban DPS adalah:
· Mengikuti fatwa-fatwa DSN
· Mengawasi kegiatan usaha LKS agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan DSN.
· Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin kepada DSN, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun.
Sedangkan menurut Pasal 27 ayat (1) PBI No. 6/24/PBI/2004 tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS adalah:
a) Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b) Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank.
c) Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasioanal bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.
d) Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa kepada DSN
e) Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN dan Bank Indonesia.
Pelaksanaan produk perbankan Islam dituangkan dalam bentuk akad. Semua akad harus diperiksa DPS terlebih dahulu, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah. Apabila ada akad yang belum difatwakan, DPS harus meminta fatwa terlebih dahulu kepada DSN. Sebelum ada persetujuan dari DSN, akad tersebut belum dapat dikeluarkan. Oleh Karena itu, harus ada batasan waktu bagi DSN untuk memutuskan produk tersebut sesuai atau tidak menurut syariah demi kelancaran dan perkembangan perbankan Islam yang pesat.
Fungsi pengawasan DPS berlangsung sejak produk tersebut akan berjalan hingga akad tersebut selesai. Ini berguna untuk menghindari penyimpangan yang sering terjadi pada saat akad tersebut dibuat, baik dari para pihak maupun dari pelaksanaan isi akad.
Pemberdayaan dan pengembangan system pengawasan dan audit kepatuhan syariah dipelopori oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Dalam standar DPS yang diterbitkan oleh AAOIFI ditentukan sebagai berikut:
1) Setiap pelaporan tahunan bank islam harus mencantumkan pendapat DPS bank yang menjelaskan kegiatan usaha bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (opini syariah)
2) Adanya proses pengawasan dan audit yang aktif dari pihak DPS terhadap seluruh kegiatan usaha bank.
MUI
DEWAN GUBERNUR BI
Kedudukan DPS dalam Bank Islam
DIREKTORAT BANK SYARIAH
DSN
koordinasi
pengawasan syariah
RUPS Mengawali kegiatan usaha BS
DEWAN KOMISARIS
DPS
Direksi BS
Dalam perbankan syariah kedudukan DPS sejajar dengan Dewan Komisaris. Tujuan dari peletakan DPS sejajar dengan Dewa Komisaris adalah dengan maksud untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh DPS kepada bamk yang bersangkutan. Antara DPS memiliki kesamaan tugas yaitu sebagai pelaksanana fungsi pengawasan bank. Dewan Komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan internal bank supaya Dewan direksi tetap mengikuti kebijaksanaan perseroan dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan DPS bertugas melakuakan pengawasan internal bank agar operasinal bank syariah yang bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Widyaningsih, dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Cet.3 . Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait. ed. 1. Cet. 3. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.
Amin, Ma’ruf. Prospek Cerah Perbankan Syariah. Cet.1. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Sosial, 2007.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM KONTEMPORER

A. Pendahuluan
Dewasa ini, paradigma ekonomi Islam semakin marak dipelajari dan diteliti, riil dunia pada masa kontemporer ini mendorong semakin banyaknya para pembuat kebijakan yang secara serius meragukan universalitas, realitas, produktivitas, dan bahkan moralitas sejumlah asumsi dasar dan konsepsi inti paradigma tersebut. Ketidak sepakatan dan ketidak setujuan tidak lagi hanya terbatas pada masalah pinggiran, melainkan banyak masalah serius yang menyangkut masalah pokok. Apa yang sedang dipersoalkan kembali bukan semata-mata berkaitan dengan masalah persepsi terhadap kebijakan dan produk akhir, melainkan telah mencakup asumsi-asumsi dasar tentang sifat manusia, motivasi, usaha , perusahaan yang menjadi dasar ekonomi dan institusional yang di dalamnya para pelaku ekonomi bekerja.
Tidak dapat dipungkiri beragam permasalahan telah timbul menyelimuti wajah dunia Islam pasca berakhirnya daulah Bani Utsmaniyah di Turki pada tahun 1924. berbagai tumpukan permaslahan yang membelit dunia Islam, pada sebagian kalangan muslim telah memunculkan dan melahirkan cetusan-cetusan gagasan demi mendapatkan solusi dari permaslahan-permasalahan tersebut dalam konsep Islam yang berakar pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada awal dekade 1980-an terdapat kesepakatan diantara para pakar ekonomi Islam dengan para ulama’ yang terkait dengan beberapa hal yang sangat mendasari ekonomi Islam, diantaranya; Tauhid, Khilafah, ibadah, dan takaful.
Pada permasalhan di atas diantaranya teradapat tiga hal perbedaan antara para pakar ekonomi Islam dan para ulama’, yaitu :
Interpretasi atas istilah-istilah dan konsep-konsep tertentu dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pendekatan atau metodogi yang seharusnya digunakan atau diikuti dalam membina teori maupun system ekonomi Islam.
Perbedaan dalam hal menginterpretasikan cirri-ciri atau karakteristik dari suatu sistem ekonomi Islam.
Namun demikian, hakekat pada permaslahan perbedaan di atas, sesungguhnya para pemikir ekonomi Islam pada masa kontemporer sepakat akan hal filosofi-filosofi dasar syari’ah Islam. Dengan berbasis pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sekilas Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam dari masa ke masa

B. Beberapa Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer

Pada masa kontemporer ini, pemikiran ekonomi Islam sebenarnya dapat diulas dengan rangkaian sebagai berikut :
1. Basic approach and views on economic
(Dasar pemikiran tentang definisi dan pandangan tentang ilmu ekonomi(
2. Underlying assumptions
(Pokok yang mendasari terhadap asumsi)
3. Institutional framework
(Kerangka institusi kelembagaan)
4. Distribution
5. Production

Pada hal-hal tersebut di atas akan disajikan beberapa pemikir-pemikir ekonomi Islam pada masa kontemporer ini :

I. Muhammad Abdul Mannan.

Abdul Mannan merupakan salah satu sosok pemikir ekonomi Islam yang datang di masa kontemporer ini, yaitu salah seorang yang mendapat gelar Master dan Doktornya di Universitas Michigan, Amerika Serikat. Ia juga salah satu pengajar dan peneliti di universitas-universitas dunia termasuk di Universitas Kiing Abdul Aziz, Jeddah.
Sosok doctorat Universitas Michigan ini mengartikan hakikat dan lingkup ilmu ekonomi Islam dan memberikan analisis perbandingan dengan ilmu ekonomi sekuler. Ia mendefinisikan ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat, diantaranya; produksi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa. yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Hal tersebut sangat bertentangan terhadap definisi modern ilmu ekonomi yang merupakan suatu ilmu tentang umat manusia dalam usaha kehidupan yang biasa. Salah satu sosok pemikir ilmu ekonomi modern; Profesor Robbins menyatakan, bahwa “ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana lanagka yang memilki kegunaan-kegunaan alternatif”. Maka tidak diragukan lagi bahwa ilmu ekonomi Islam adalah bagian dari sosiologi. Tetapi ia adalah ilmu pengetahuan sosial dalam arti yang terbatas. Karena dalam hal ini kita tidak mempelajari setiap individu dalam masyarakat. Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu tentang manusia, bukan sebagai individu yang terisolasi, tetapi mengenai individu sosial yang menyakini nilai-nilai hidup Islam.
Perbandiangan ekonomi Islam dan ekonomi modern pada pemikiran Abdul Mannan :

Konsumsi dan prilaku konsumen.
Islam tidak mengakui kecenderungan materialistic semata-mata dari pola konsumsi modern. Konsep pola konsumsi dalam Islam ialah untuk mengurangi kelebihan keinginan fisiologik buatan dengan tujuan membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual.
Lima prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam :
1. Prinsip Keadilan (mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum.

يآأيها الناس كلوا مما في الأرض حلالا طيبا.... (البقرة : 31 )
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi….(al-Baqoroh : 169)

2. Prinsip Kebersihan (baik,cocok dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan)
3. Prinsip Kesederhanaan (tidak berlebih-lebihan, sesuai kebutuhan)

...... و كلو واشربوا ولا تسرفوا إنّ الله لا يحبّ المسرفين ( الأعراف : 31 )
“….makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (al-A’rof : 31)

ياأيها الذين آمنوا لا تحرموا طيبات مآأحل الله لكم ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين ( المائدة : 87 )
“hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas….” (al-Maidah : 87)

4. Prinsip Kemurahan Hati (keterpaksaan, Mutthor yang tidak berlebih demi kelangsungan hidup)

فمن اضطر غير باغ ولا عاد فلا إثم عليه, إن الله غفور رحيم
( البقرة : 173 )
“….tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannay), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya….” (al-BAqoroh : 173)

5. Prinsip Moralitas (prilaku akhlak dalam mengkonsumsi)

يسئلونك عن الخمر و الميسر قل فيهما اثم و منافع للناس و اثمهما أكبر من نفعها......
( البقرة : 219 )
pada umumnya, kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan dalam tiga hal : -keperluan, -kesenangan, dan – barang-barang mewah. Produksi dan konsumsi barang-barang mewah tanpa disertai rencana pembagian kembali kekayaan dan pendapatan tidak akan memecahkan permasalahan ekonomi. Yang penting hanyalah ditegakkannya pemerataan dalam system masyarakat berdasarkan hukum Islam.
Kunci untuk memahami prilaku konsumen dalam Islam tidak terletak dengan hanya mengetahui hal-hal yang terlarang, tetapi juga dengan menyadari konsep dinamik tentang konsep moderat dalam konsumsi yang dituntun oleh prilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain, yaitu seorang konsumen muslim. Larangan-larangan Islam mengenai makanan dan minuman harus dipandang sebagai usaha untuk memperbaiki perilaku konsumen.

Faktor-Faktor Produksi dan Konsep Pemilikan
Sistem produktif dalam sebuah negara Islam harus dikendalikan dengan kriteria objektif maupun subjektif. Kriteri objektif diukur dengan kesejahteraan material, sedangkan kriteria subjektif harus tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai dari segi etika ekonomi Islam.
faktor produksi pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya tidak pernah terpisah dari kehidupan moral dan sosial. Tanah tidak dianggap hak kuno istimewa dari negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam adalah unik, yaitu pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah. (al-Imron : 189), dan manusia hanyalah kholifah Allah di muka bumi.
Islam tidak membenarkan praktek dalam menyewakan tanah berdasarakan jumlah hasil yang ditetapkan suatu mitra imbangan bunga dari lahan pertanian.
Islam tidak mengakui pengisapan buruh oleh majikan, tetapi tidak menyetujui dihapuskannya kelas kapitalis dari kerangka kerja sosial seperti yang terdapat dalam analisis Marx tentang masyarakat tanpa kelas.

Distribusi Pendapatan dan Kekayaan dalam Islam
Dasar distribusi pendapatan diantara berbagai faktor produksi; pembayaran sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam, dijelaskan bahwa sewa dan bunga sangatlah berbeda.
Perbedaan upah akibat perbedaan bakat dan kesanggupan di akui oleh Islam. Syarat-syarat pokoknya ialah para majikan tidak akan mengisap para pekerja dan dia harus membayar hak mereka. (al-haq yuthlab wala yu’tho).
Islam memperkenankan laba biasa bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.


II. SYED NAWAB HAEDIR NAQVI

Syed Nawab merupakan salah satu sosok pemikir Islam yang terlahirkan pada tahun 1935. ia mendapat gelar Master dan Ph.D di Yale dan Princstone pada 1961-1966. sebelum ia kembali ke daerah asalnya, Nawab adalah salah satu dosen dan peneliti pada institusi-institusi di Norway, Turky, dan Jerman barat.
Pemikiran Syed Nawab terhadap ekonomi Islam didefiniskan menjadi tiga bagian :
a. Ekonomi sebagai subset sejumlah manusia yang berbasis usaha yang mempunyai prisip al-adl wa l ihsan, yaitu sebagai etika yang akan mengawasi jalannya ekonomi..
b. Dalam kebijkan harus menyokong yang miskin dan yang lemah, yaitu yang mencerminkan kepada keadailan.
c. Peran utama dalam status ekonomi ialah produksi, dstribusi dan peraturan, yaitu sebagai status yang mendomiskan ekonomi.

Metodologi pemikiran Syed Nawab menyatakan bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai petunjuk dan acuan nilai serta sebagai rujukan dalam menjalankan perekonomian. Dimana hal tersebut sebagai acuan untuk melawan pemikiran kapitalis dalam menjalankan perekonomian.
Filsafat ekonomi Islam menurut Nawab, terdapat empat aksioma; yaitu : persatuan, keseimbangan, bebas menentukan keinginan, dan pertanggungjawaban. Maka dalam permasalahan tersebut terdapat beberapa instrumenkebijakan untuk mencapai sasaran sisitem ekonomi Islam :
 Penghapusan riba adalah penghapusan dari semua format penghisapan dan penolakan keseluruhan sistem kapitalistik
 Zakat adalah sebagai cerminan philosopy penganut paham persamaan
 Perubahan lain untuk mencapai keadilan, pendidikan universal, pertumbuhan ekonomi, peningkatan dan generasi ketenaga-kerjaan yang maksimum pada mutu hidup.

Adapun konsep distribusi pemikiran Nawab :
 Distribusi awal secara tak wajar memerlukan pembagian kembali berat ke yang lemah
 Konsep perwalian
 Meluaskan kepemilikan ke masyarakat secara merata.
 Pendapatan berbeda tidak mengijinkan tetapi menyokong; pendapatan berbeda secara tak wajar yang tidak diijinkan

Empat point struktur produksi dalam Islam menurut Nawab :
 Adanya laba maksimum dalam konsep ekonomi Islam (MC = MR)
 Tidak berlakunya laba berlebihan dalam konsep ekonomi Islam
 Proporsi barang-barang publik ke barang-barang pribadi akan meningkatkan perekonomian.
 Konsumsi barang-barang bukan diarahkan kepada kemewahan, akan tetapi kepada kadar kebutuhan.
 Barang-barang dalam prinsip Islam harus mempunyai status yang syah.

Sungguh dari penjelasan sosok seorang ekonomi Islam ini membiaskan kepada tujuan merubah pemikiran ekonomi feodalistik dan kapitalistik.

III. MONZER KAHF

Monzer Kahf ialah salah astu pakar pemikir ekonomi Islam yang telah memunculkan suatu analisi fungsi dan system ekonomi Islam sejak tahun 1978. pada jenjang waktu tersebut ia menganalisis prinsip-prinsip ekonomi Islam dan peraturan yang terdapat di dalamnya, yang bersumberkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Dan ia juga banyak menganalisi efek-efek terahadap adanya zakat, seperti halanya harta yang di simpan, investasi, konsumsi dan pendapatan (income) dalam perspektif ekonomi Islam.
Definisi universal ekonomi menurut Kahf dibagi menjadi empat struktur :
 Subset agama
 Prilaku manuisa yang berkenaan terhadap produksi, dsitribusi, dan konsumsi.
 Dibagi menjadi theori dan praktek
 Metodologi universal, yakni Matematika sebagai ilmu logika dan alat-alatnya.

Sedangkan definisi menurut ekonomi Islam :
 Sebagai cabang ilmu pengetahuan ekonomi
 Berdasarkan pada paradigma Islam
 Multi / interdiciplinary
 Memerlukan ijtihad yang menggunakan tafsir, qiyas, studi empiris dan fiqh.
Dari definisi tersebutlah yang akan menggantikan pemikiran ekonomi barat dan sebagai uraian dari bentuk prilaku manusia.

Sistem ekonomi Islam menurut kahf :
 Filsafat (al-Qur’an dan as-sunnah)
 Prinsip-prinsip (al-Qur’an dan as-sunnah)
 Institusi, lembaga-lembaga (berdasarkan ijtihad)
 Metodologi (berasal dari alat Bantu yang universal dan logika matematika dengan modifikasi yang mungkin)

IV. Umer Chapra
Umar Chapra adalah salah seorang ekonom Pakistan yang bekerja sebagai penasehat ekonomi senior pada monetary agency kerajaan Arab Saudi sejak 1965 dan
dianugrahi medali kehormatan dari Islamic Development Bank.


Pemikiran Umer Chapra terhadap ekonomi
Dalam bukunya, Chapra memaparkan kegagalan tiga system economy besar (kapitalisme, sosialisme dan Negara kesejahteraan). Beliau mengkaji logika, hakikat dan implikasi dari ketiga system tersebut dengan melihat bagaimana system tersebut bekerja di Negara Negara yang menganutnya. Kemudian Chapra menunjukan bagaimana konsep ekonomi islam menjawab hal tersebut. Ia menekankan pentingnya filter moral dalam sebuah system economy yang dalam islam berpijak pada syariah. Baginya srategi ekonomi yang perlu dikembangkan harus mengandung tiga hal yaitu:
1. mekanisme filter yang secara social disepakati untuk memungkinkan orang membedakan mana penggunaan sumber-sumber daya yang efisien dan yang bukan.
2. system motivasi yang mendorong individu menggunakan sumber-sumber daya sesuai dengan kehendak mekanisme filter.
3. restrukturasi sosioekonomi yang akan menegakkan kedua hal tersebut.

Dr. M. Umer Chapra dengan pengalamannya yang luas dalam ajaran dan riset bidang ekonomi serta pemahamannya yang bagus tentang syariat Islam, mengajukan bahwa hanya Islamlah sebagai sistem alternatif yang paling tepat untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia. Ia tidak hanya membahas sistem teoritisnya saja melainkan juga aspek aplikasinya sehingga gagasan-gagasannya cukup realistis untuk dioperasikan
dalam kehidupan nyata.

Harus diakui bahwa ketika pemikiran dan konsep tentang ekonomi syariah ini diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi tersebut, sebagian dari kaum Muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya, bahwa ajaran Islam berkaitan dengan dunia ekonomi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan lain sebagainya. Sikap yang semacam ini mungkin diakibatkan oleh pandangan bahwa ajaran Islam sama dengan ajaran agama lain yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya secara individual. Padahal ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, yang mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia.

Menurut beliau bahwa sistem ekonomi kapitalis. Meskipun penerapan sistem ekonomi kapitalis berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi, namun secara bersamaan, telah melahirkan gejolak, pertentangan antarkelas yakni pemilik modal (kapitalis) kelompok pekerja. Akibatnya, akan ditemukan berbagai dampak nyata dalam kehidupan ekonomi kapitalis; mulai dari ketimpangan sosial yang parah, munculnya ketegangan, pertentangan, dan keresahan diantara kelompok masyarakat; berkembangnya kehidupan materialistik yang penuh dengan keserakahan yang didorong oleh semangat mencintai harta dan asyik dengan kekayaan; hingga terjadinya proses dehumanisasi karena manusia tidak ubahnya seperti binatang yang hanya berupaya memperebutkan materi semata. Sistem ekonomi Sosialisme berpedoman pada paradigma Marxisme dengan dasar filosofis Dialektika-Materialistik memberikan basis fondasi mikro bahwa tidak ada kepemilikan pribadi dalam hal produksi. Sedangkan Sistem Ekonomi Islami adalah sistem yang berdasarkan sisi pandang paradigma syariah dengan basis fondasi mikro melihat manusia sebagai seorang muslim (homo islamicus) yang tentunya tidak terlepas dari nilai-nilai (akidah) yang tercermin dalam sikap hidup manusia (akhlak). Sistem Ekonomi Islami sendiri menjadikan dasar filosofisnya bahwa manusia sebagai individualisme yang tunduk akan perintah Tuhan dan bertindak sebagai khalifah di muka bumi yang bertujuan mencapai falah (kemenangan, kebahagiaan) di dunia dan akhirat dengan mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di dunia. Harus diakui bahwa ketika pemikiran dan konsep tentang ekonomi syariah ini diperkenalkan, kemudian diimplementasikan dalam berbagai institusi tersebut, sebagian dari kaum Muslimin banyak yang ragu dan tidak percaya, bahwa ajaran Islam berkaitan dengan dunia ekonomi, perbankan, pasar modal, asuransi, dan lain sebagainya. Sikap yang semacam ini mungkin diakibatkan oleh pandangan bahwa ajaran Islam sama dengan ajaran agama lain yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya secara individual. Padahal ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, yang mengatur seluruh tatanan kehidupan manusia.

Ilmu ekonomi menurut Umer Chapra.
ilmu ekonomi masih menganut faham kompetitivisme belaka. Di samping hal ini berarti banyak mengabaikan faham kooperativisme, ilmu ekonomi yang diajarkan itupun bersifat neoklasikal (free competition-based economy) berdasarkan inisiatif dan kebebasan individu (individualisme/liberalisme). Dari sinilah paham dan sistem ekonomi kapitalis mendapat tempat dan pembenaran dengan mudahnya .
konferensi internasional pertama tentang ilmu ekonomi islam yang diadakan di Mekkah pada bulan februari 1976 telah berpungsi sebagai perangsang untuk mengkaji ilmu ekonomi islam secara umum dan perekonomian bebas riba yang didasarkan pada penyertaan modal secara khusus.

Tiga Langkah Strategis guna memperkuat system ekonomi islam/ syariah menurut umer chapra

Dalam memperkuat sistem ekonomi islam/ syariah, paling tidak terdapat tiga langkah strategis (Adiwarman Karim, 2005) yang harus dilakukan oleh kaum Muslimin secara bersama-sama, baik para alim ulama dan para tokoh, para pakar, dan masyarakat secara luas, sebagai realisasi dari hasil Kongres Umat Islam tersebut, yaitu pengembangan ilmu ekonomi syariah, pengemabngan sistem ekonomi syariah dalam bentuk regulasi dan peraturan, serta pengembangan ekonomi umat.
Pertama, pengembangan ilmu ekonomi syariah dapat dilakukan melalui dunia pendidikan formal maupun non formal,
Kedua, ditumbuhkembangkan regulasi-regulasi yang mendukung penguatan ekonomi syariah dalam praktik, baik melalui institusi keuangan maupun melalui kegiatan bisnis dan usaha riil.
Ketiga, ketika ekonomi syariah dikembangkan dan didukung oleh sebuah sistem yang baik, maka yang paling penting adalah membangun perekonomian umat secara nyata, sehingga bisa dirasakan secara lebih luas oleh masyarakat dalam bentuk pengembangan sektor riil dengan ditopang oleh lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sehingga pada akhirnya diharapkan produktivitas dan kegiatan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat.


V. Abu a’la al- maududi

Abu a’la al- maududi adlah seirang pemikir islam pada fase ke tiga ( 850-1350 H) yang biasa di sebut dengan masa modern atau kontemporer. Beliau hanya membicarakan tentang sistem ekonomi yang sekarang terkenal didunia yaitu perbedaan pada sistem kapitalis , komunis, dan islam sistem ekonomi islam dan sendi- sendinya.
Abu a’ la dilahirkan pada 3 rajab 1321H/25september 1903 di Aurangbad, sebuah kota yang terkenal di Hyberad ( Deccan). Beliau dilahirkan dalam keluarga yang religius dan masih mempunyai hubungan erat dengan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Abu hasan seorang pengacara yang terkenal sebagai orang yang alim dan rajin beribadah.
Pendidikan Abu a’la dimiliki di Madrasah Furqoniyah. Sebuah sekolah menengah yang mencoba menerapkan sistem pendidikan naral modern dan islam tradisional. Ketika beliau sedang melanjutkan pendidikan S-1di Darul Ulum Hyberad, perkuliahannya terganggu karena kematian ayahnya
Setelah kematian ayahnya, beliau menekuni bidang penulisan. Tulisan beliau banyak mencakup bidang politik, social, ekonomi, kebudayaan dan agama. Sekitar tahun 1920 Maududi menunjukkan minatnya terhadap politik dengan menggabungkan gerakan khilafat yang mana berasosiasi dengan tahrik e hijrat, sebuah perkumpulan yang menentang penjajahan Inggris di India. Bagaimanapun ia merasakan bahwa kepemimpinan gerakan tersebut adalah salah satu tujuan dan strategi gerakan. Melalui bukunya “ Al- jihad fil Islam “ beliau menceritakan kehidupan yang dialaminya di perkumpulan tersebut. Pada tanggal 22 september 1979, beliau meninggal dunia di kediamannya, Icha (Lahore) setelah penderitaan lama yang dialaminya sejak tahun 1972.

Perbedaan Pada Sistem Kapitalis, Komunis, dan Islam
Sistem Kapitalis
teory yang menjadi landasan bagi sistem ini bahwa individu adalah pemilik satu-satunya bagi apa yang dihasilkannya sedangkan yang orang lain tidak mempunyaai hak apa-apa. Ia berhak memonopoli semua alat produksi yang dapat dicapai dengan Usahanya. Ia berhak untuk tidak mengeluarkannya, kecuali pada jalan yang memberi keuntungan kepadanya dan teory ini bertitik tolak pada egoisme.
Suatu hal yang terjadi dalam sistem kapitalis ini adalah lahirnya kecenderungan yang keras dikalangan masyarakat ramai untuk mengumpulkan kekayaan dan mengeluarkannya pada jalan yang mendatangkan keuntungan baginya.
Tidak ada perbedaan pada kapitalisme antara riba dengan jual beli, keduanya sudah bercampur aduk. Perdagangan dengan riba dalam sistem ini saling membutuhkan satu sama lain, perdagangan tidak mungkin daopat kemajuan kecuali dengan riba.

Sistem Komunis
Sistem ini berdiri diatas dasar yang mengatakan bahwa alat produksi selurunya menjadi milik bersama antara anggota masyarakat individu sebagai orang yang tidak mermpunyai hak untuk memiliki dan bertindak atasnya menurut keinginna dan menikmatinya secara sendiri- sendiri.
Tujuan sistem ini adalah menegakan keadilan dan keseimbangan dalam pembagian kekayaan tujuan tersebut baik. Akan tetapi untuk mencapainya ia telah memilih satu jalan yang pada hakekatnya memerangi fitrah manusia . menghapuskan hak individu untuk menghayati hak milik perorangan dan menjadikan mereka sebagai pelayan yang bekerja untuk masyarakat.

Sistem Islam
teory perekonomian islam adalah ikatan antara kepentingan pribadi dengan masyarakat, adalah erat sema-mata karena fitrah keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertarungan
adapun tujuan utama sistem ini supaya segala kebutuhan ekonomi merata diantara individu masyarakat seluruhnya. Pokok dan prinsip yang terbesar dalam sistem ini adalah memberikan kepada individu haka asasi dan pribadinya dengan satu cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan.

Sistem ekonomi islam dan sendi-sendinya
a. perbedaan antara yang halal dan haram mengenai jalan- jalan mencari kekayaan
islam tidak membenarkan bagi umatnya untuk mencari kekayaan semau nya dengan mereka dengan jalan apa saja yang dikehendaki mereka. Tetapi memberikan perbedaan pada mereka antara jalan yang sah dan tidak sah untuk mencari penghidupan, karena mengingat kemaslahatan masyarakat.
b.Larangan mengumpulkan harta
Masalah penting yang kedua adalah seyogyanya orang tidak mengumpulkan harta yang didapatnya dengan tidak sah karena yang demikian menghambat perputaran kekayaan dan merusak keseimbangan dalam pembagiannya dikalangan orang ramai.

c. perintah untuk membelanjakan harta
Islam menyuruh membelanjakan harta. Tetapi dengan perintah ini tidak dibenarkan membelanjakan harta dengan boros . sudut tinjauan ini berlainnan sama sekali dengan pandangan menurut kaitalis.
Seorang kapitalis menyangka, apabila mengeluarkan harta dijalan kebaikan maka ia akan jatuh miskin dan apabila dikumpulan hartanya akan jadi kaya. Sedangkan islam berkata “sesungguhnya Allah memberkati harta seseorang bila dibelanjakan di jalan kebaikan dan melipat gandakannya”
Seorang kapitalis menyangka semua harta yang dikeluarkan dijalan kebaikan telah hilangadan tidak akan kembali lagi sedangkan islam berkata sebaliknya
Seorang kapitalis menyangka apabila ia mengumpulkan harta lalu meminjamkan kepada orang lain dengan riba atau bunga maka akan bertambah dan menjadi banyak sedangkan islam mengatakan bahwa harta itu berkurang dengan riba dan tidak bertambah.

d. zakat
islam membuat suatu undang- undang yang mewajibkan pemungutan suatu jumlah tertentu dari kekayaan orang banyak untuk kesejahteraan masyarakat, jumlah tertentu inilah yang dinamakan zakat.

e.hukum waris
yang dikehendaki islam dari hukum ini adalah barang siapa yang meninggaal dunia sedang ia meninggalakan harta, banyak atau sedikat, syogyanya di bagikan kepada kaum kerabat (ahli waris) jika tidak memepunyai ahli waris sebaiknya diserahkan kepada “ baitul maal” kaum muslimin
hukum waris ini tidak ada bandingannya dalam suatu sistem ekonomi yang lain karena yang dikehendaki oleh sistem2 itu ialah supaya kekayaan yang dikumpulkan oleh satu orang tetap terkumpul ditangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas jumlahnya.

f. pembagian harta rampasan
islam memerintahkan supaya yang dapat dirampas oleh kaum muslimin di medan perang dibagi menjadi lima bagian 4 bagian untuk orang yang turut berperang dan sebagian lagi untuk kepentingan kaum muslimin.

Riba
Menurut bahasa bermakan ziyadah ( tambahan) dalam pengertian lainnya riba juga berarti tambahan dan membesar, adapun menurut istilah riba berarti pengambilan tasmbahan dari harta pokok atau modal secara batil adalah tambahan yang dihasilkan dari modal harta sebagai imbalan dari penundaan waktu
Riba pada masa jahiliyah mempunyai beberapa bentuk diantaranya:
a. menurut imam qotadah : seorang menjual seseuatu dengan tempo jika telah jatuh tempo yang telah ditentukan tidak bisa membayarnuya maka harus menambah
b. mujahid , seorang memberika hutang kepada lainnya maka disyaratkan ini dan itu maka saya akan mengakhirinya
c.abu bakar al jashos yaitu jual beli yang ditentukan dengan tambahan dan tambahan itu disyaratkan sebagai ganti dari waktu
d. ibnu hajr al makkym yakni yang terkenal pada masa jahilayah yaitu mereka membayar hutang kepada orang laian pada waktu yang dfitentrukan dan diambika dari mpengembaliannya itu imbalan yang jelas setiap bulan

Perbedaan antara jual beli dan riba
jual beli adala penjual memberikan barang dagangan kepada pembeli kemudian keduanya menetapkan harga dari barang dagangan itu dan barang dagangan tersebut diterima pembeli dari penjual dari harga yang di tentukan bisa jadi penjual menyiapkan barang dagangan dengan jerih payahnya, dan harta sendiri( pembeli) maka ke2 contoh ini dipersiapkan upah atas kesungguhannya terhadap modal yang dibelikan barang dagangan yang di jualnya atau dipersiapkannya maka ini disebut dengan untung.
Riba adalah bila seorang memberikan modal kepada orang lain dan mengharapkan tambahan yang telah di tentukan pada awal perjanjian dan tambahan itu adalah perimbangan antara modal tersebut atau riba itu adalah upah atas harta atau barang tetapi upah itu atas dasar waktu yang telah ditentukan jadi seorang penjual mensyaratkan kepada pembeli dengan tambahan jika pembayaran tersebut dengan waktu tertentu.

Pinjam meminjam dapat dikatakan riba apabila terdapat 3 unsur:
a. tambahan atas modal pokok
b. tambahan itu sebagai perimbangan waktu hutang
c. tambahan itu disyaratkan dalam akad peminjaman




C. KESIMPULAN.

Lahirnya para pemikir dan pakar ekonomi Islam merupakan salah satu kebangkitan dunia Islam setelah berakhirnya khilafah utsmaniyah di Turki. Walaupun dari berbagai aspek masih adanya perdebatan permasalahan dalam menjalankan syari’ah pada ekonomi kontemporer ini. Tapi hal tersebut tidak menjadi suatu masalah yang mendalam, karena pada prinsipnya mereka sepakat akan ajaran al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman dan prinsip utama dalam menejalankan hal tersebut. Akan tetapi permasalahan yang timbul hanyalah masalah far’iy yang memerlukan para ulama dan pemikir ekonomi untuk berijtihad dan qiyas untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Tapi dengan adanya qiyas dan ijtihad tidak melupakan akan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pegangan pokok dalam membahasa permasalahan tersebut.
Maka dengan adanya prinsip-prinsip dan konsep-konsep ekonomi Islam yang tepat serta dijalani dengan seutuhnya oleh umat Muslim. Maka sesungguhnya kebahahagian itu milik mereka. Niscaya kapitalisme itupun akan tersingkirkan dari dunia peradaban Islam.

شرع لكم من الدين ما وصي به نوحا الذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم و موسى و عيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه....( الشورى : 13 )

{{{ و الله أعلم بالصواب }}}

Daftar Pustaka:

 Haneef, Mohamad Aslam. Contemporary Islamic Economic Thought. Ikraq, Kuala Lumpur, 1415 H / 1995 M
 Mannan, Muhammad Abdul. Prof. M.A, Ph.D. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. PT. Amanah Bunda Sejahtera,Yogyakarta.
 Kahf, Monzer, Ph.D. Ekonomi Islam; telaah Analitik terhadap Fungsi Sisitem Ekonomi Islam. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995.
 Haedir Naqvi, Syed Nawab. Menggagasa Ilmu Ekonomi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
 Chapra, Mohamad Umer. Islam dan Tangatangan Ekonomi : Islamisasi Ekonomi Kontemporer. Risalah Gusti, Surabaya, 1420 H / 1999 M.
 Al- Maududi, Abu A’la, Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam, al-Ma’arif, Bandung, 1980.

Rahn (gadai) dan Aplikasinya



Pengertian
Rahn secara bahasa :    والدوام الثبوت yang artinya : tetap dan lestari. Juga berarti  واللزوم الحبس, yang artinya : penahanan dan pasti.[1] Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) :  283.
”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)”.[2]        
Menurut syariat islam, gadai dalam syariat islam berarti menjadikan barang yang memiliki nilai menurut syariat sebagai jaminan utang, hingga orang tersebut dibolehkan mengambil utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut.[3]

Rukun-rukun gadai
Unsur atau rukun rahn menurut jumhur ulama selain Hanafiyah ada 4 : Rahin (pemilik barang), murtahin (pemegang barang), marhun atau rahn (barang gadaian), marhun bih (utang).[6]
Adapun rukun Rahn menurut madzhab Hanafi adalah : ijab qabul dari rahin dan murtahin, sebagaimana di setiap transaksi yang lain. Akan tetapi tidak sempurnanya dan terlaksana kecuali dengan Qabdh, yaitu perpindahan barang gadai dan hutang, misalnya rahin berkata : saya gadaikan barang ini dengan apa yang anda miliki sebagai utang (saya), dan murtahin berkata : saya terima, atau saya ridho, dsb.[7]
Syarat Sah Gadai
Syarat sah akad gadai diantaranya sebagai berikut:
·         Berakal.
·         Baligh.
·         Barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad meski tidak lengkap.
·         Barang tersebut diterima oleh orang yang memberikan utang (murtahin) atau wakilnya.
Imam syafi’i melihat bahwa Allah tidak menetapkan satu hukum kecuali dengan jaminan yang memiliki kriteria jelas dalam serah terima.  Apabila criteria tersebut tidak ada maka hukumnya juga tidak ada.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa gadai wajib dengan akad dan bagi orang yang menggadaikan diharuskan menyerahkan barang  jaminan untuk dikuasai debitor (murtahin). Barang jaminan jika sudah berada ditangan debitor, ia berhak memanfaatkan barang tersebut. Berbeda dengan Imam Syafi’i yang mengatakan “hak pemanfaatan atas barang jaminan hanya boleh selama tidak merugikan debitor”[8]
Pemanfaatan Barang Gadai oleh Debitor (Murtahin)[9]
Akad gadai dimaksudkan sebagai bentuk kepercayaan dan jaminan atas pemberian utang, bukan mencari keuntungan dan hasil darinya. Apabila demikian yang berlaku, debitor (murtahin) tidak berhak memanfaatkan barang yang digadaikan sekalipun diizzinkan oleh kreditor (raahin). Memanfaatkan barang gadaiaan tak ubahnya seperti qiradh yang menguntungkan dan setiap bentuk qiradh yang menguntungkan adalah riba. Hal tersebut berlaku apabila barang bukan berbentuk binatang tunggangan atau binatang ternak yang bisa diperah susunya.
Jika barang jaminan berupa binatang ternak, maka debitor boleh memanfaatkannya sebagai ganti pemberian makanan binatang tersebut. Juga, dibolehkan memanfaatkan binatang tunggangan seperti unta, kuda, keledai dan binatang lainnya. Debitor juga dibolehkan mengambil susu dari hewan sapi, kambing dan lainnya.
 Berakhirnya Akad Rahn[10]

Akad gadai akan berakhir dengan cara pembebasan, hibah atau pelunasan hutang sebagaimana yang akan diungkapkan sebagai berikut ;
·         Penyerahan marhun kepada pemiliknya.
·         Pelunasan utang semuanya.
·         Menjual secara paksa yang dilakukan rahin dengan  perintah qadhi atau dilakukan qadhi jika rahin  enggan. Kalau marhun dijual maka utang dilunasi dengan harganya maka habislah akad gadai.
·         Pembebasan utang dengan apapun sebabnya.
·         Pembatalan gadai oleh murtahin walaupun tanpa rahinkarena itu haknya dan gadai dari satu sisi bukan akad lazim.
·         Malikiyah mengadakan gadai batal sebelum dipegangnya (marhun) dengan meninggalnya rahin atau bangkrutnya.
·         Rusak atau matinya marhun.
·         Adanya transaksi lain atas marhun.
 Konsekuensi dari syarat-syarat Rahn dan Apa yang diperbolehkan dan Tidak diperbolehkan[1]
Beberapa hal yang perlu dijelaskan dari konsekuensi syarat-syarat rahn, diantaranya :
·         Menggadaikan Musya’ (barang yang masih tercampur dengan hak orang lain).
Adapun perbedaan pendapat dikalangan ulama berkaitan dengan penggadaian musya’, seperti separoh, seperempat, sepertiganya. Hanabilah melarang, sedangkan jummhur ulama membolehkan. Yang menjadi faktor perbedaan ini adalah apakah pencakupan musya’, sesuatu yang mungkin atau tidak Menggadaikan harta yang terkait dengan harta yang lain, dan yang masih diambil manfaatnya.
Hanafiyah berpendapat : tidak dibenarkan menggadaikan sesuatu yang terkait dengan sessuatu yang tidak digadaikan, seperti menggadaikan buah-buahan yang masih berada dipohon.
·         Menggadaikan utang piutang.
Malikiyah membolehkan penggadaian utang, sedangkan hanafiyah berpendapat tidak boleh karena utang tidak termasuk harta. Menurut mereka harta adalah yang berbentuk benda.
·         Menggadaikan benda yang sedang disewakan atau dipinjamkan.
Hanafiyah berpendapat : diperbolehkan manggadaikan barang yang dipinjamkan dan disewakan kepada penyewa atau peminjam, dan qabdh terdahulu menggantikan qabdh rahn.
·         Menggadaikan harta milik orang lain.
Seseorang dilarang menggadaikan harta milik orang lain kecualai dengan pemberian izin, jika ia tidak memiliki wewenang untuk menggadaikan, lalu menjadikannya sebagai marhun ditangan murtahin, maka ia terhitung telah melakukan pelanggaran atau perampasan.


[1] Ibid hlm. 50-61